Fakultas Hukum UNPAR dan Kemendikbudristek Selenggarakan Sekolah Hukum Pengayoman di Kasepuhan Adat Banten Kidul

Sukabumi, 29 Agustus 2022 –  Pentingnya kesadaran hukum menjadi latar belakang Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan melalui Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (HMPSIH) menggagas penyelenggaraan Sekolah Hukum Pengayoman sebagai salah satu rangkaian acara dalam program Bina Desa 2022 yang diselanggarakan di 2 (dua) wilayah adat, yaitu Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Kedua Kasepuhan ini termasuk dalam Kasepuhan Adat Banten Kidul, yang secara administratif berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Kesadaran hukum dari masyarakat adat berkorelasi dengan minimnya akses untuk mencari informasi. Hal kemudian menimbulkan beberapa permasalahan, misalnya dalam penentuan batas wilayah adat. Bagi masyarakat adat, wilayah taman nasional adalah bagian dari hutan adatnya. Secara yuridis, hal ini tidak sepenuhnya keliru. Mahkamah Konstitusi melaui Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 sudah menyatakan bahwa “hutan adat, bukan hutan negara”. Berdasarkan Putusan tersebut, maka klaim hak atas hutan adat oleh masyarakat hukum adat harus dilakukan melalui proses verifikasi faktual.

Berangkat dari persoalan itu, Divisi Pengabdian Masyarakat HMPSIH bekerjasama dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Direktorat KMA Kemendikbudristek) menyelenggarakan Sekolah Hukum Pengayoman. Sekolah Hukum Pengayoman dilakukan dalam bentuk pelatihan yang melibatkan kader-kader dari masyarakat adat Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya.

Dengan didukung oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) beserta Pemerintah Desa Sinarresmi kegiatan ini dilaksanakan pada 29 – 30 Agustus 2022 di dua tempat, Balai Kasepuhan Sinarresmi dan Balai Kasepuhan Ciptamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan bersama dengan masyarakat dari kedua kasepuhan yang menjadi lokasi pelaksanaan.

Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat mendukung inisiatif Sekolah Hukum Pengayoman “selain membuat masyarakat lebih sadar dengan hukum juga meningkatkan kemampuan swabela masyarakat adat -khususnya di Desa Sinarresmi, atas potensi persoalan hukum yang dapat dialami” paparnya. Hal tersebut terbukti pada saat pelaksanaan Sekolah Hukum Pengayoman tersebut, karena masih banyak masyarakat adat yang tidak mengetahui banyak informasi mengenai hukum yang berlaku di Indonesia. Selaras dengan hal tersebut Carlo Emilio Isakh selaku ketua pelaksana dari kegiatan ini menyampaikan bahwa “Tujuan utama dilaksanakan kegiatan ini adalah membaktikan ilmu -hukum, yang sudah diterima di perkuliahan kepada masyarakat.”  

Sekolah Hukum Pengayoman sejalan dengan semangat “Merdeka Belajar Kampus Merdeka”, untuk menumbuhkan kesadaran dan membangun keberpihakan generasi muda terhadap masyarakat adat. Oleh karena itu, pelibatan mahasiswa untuk turut ambil bagian dalam menjadi penting. Sebaliknya, masyarakat adat dapat menyerap informasi dan wawasan baru tentang hukum, sehinga dihasilkan kader-kader dari masyarakat adat yang memiliki kesadaran hukum. Metode belajar yang digunakan dalam Sekolah Hukum Pengayoman ini juga mengedepankan partisipasi kader-kader masyarakat adat dalam mengelaborasi pengalaman dan aspirasinya.

Pada hari pertama pelaksanaan Sekolah Hukum Pengayoman, kader-kader masyarakat adat diajak untuk memahami pluralisme hukum di Indonesia, dan mengkritisi keterkaitan antara hukum adat dan hukum negara. Pada hari kedua, kader-kader masyarakat adat diajak untuk mengetahui dasar-dasar hukum perjanjian, dan mengkritisi beberapa klasusul dalam perjanjian yang berpotensi merugikan masyarakat adat. Hal ini dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran hukum kritis pada masyarakat adat dalam menjaga kelangsungan ruang hidupnya. Sebagai masyarakat yang bertumpu pada pertanian, keberadaan lahan pertanian adalah inti kebudayaan masyarakat adat di kedua kasepuhan ini. Sebagai penutup dalam kegiatan ini, peserta kegiatan diminta untuk menggambar peta wilayah adatnya secara kolektif, antara generasi muda dan generasi tua. Proses ini adalah bentuk penyadaran gap pengetahuan antar generasi atas cakupan wilayah adatnya.

Masyarakat hukum adat sudah lahir dan telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Namun, dalam perkembangannya hak-hak tradisionalnya yang harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui persyaratan-persyaratan normatif dalam peraturan perundang-undangan” urai Valerianus Beatae Jehanu, Dosen Fakultas Hukum, Universitas Katolik Parahyangan. “Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya, termasuk hutannya adalah upaya menjaga kelangsungan ruang hidup kita bersama. Kesadaran hukum kritis diperlukan guna memastikan resiliensi masyarakat hukum adat dari berbagai persoalan hukum yang menggentayanginya” tutupnya.

X